Jepara Update, Selain menumbangkan tugu Adipura sebagai bukti perjuangan seluruh masyarakat
Jepara, pembuatan patung wajah Ratu Shima diambil dari hasil meditasi tokoh
spiritual. Maka dibacakanlah puisi tersebut ketika ia membuka acara malam
Penganugerahan Pemenang Lomba Baca Puisi Kreatif ke-5 dan Peluncuran buku puisi
“Membaca Jepara” jilid-2 di halaman sanggar Gaperto Art Community (GAC) Mlonggo
miliknya.
Dalam pengantarnya, Didid menyampaikan bahwa, puisi adalah salah satu
karya kesusasteraan dan sastra merupakan anak kandung dari kebudayaan. Dengan
demikian, karya puisi sudah barang tentu tidak bisa terlepas dari latar
belakang kebudayaan masing-masing penulisnya. Meskipun berada dalam satu wilayah
geografis yang sama, akan tetapi masing-masing individu memiliki pengalaman
spiritual yang berbeda.
Keanekaragaman pengalaman spiritual tersebut, lanjutnya, memerlukan
wadah penuangan agar kesaksian tidak terbuang sia-sia bahkan kehilangan makna.
“Kita ini kan dipaksa masuk dalam ruang ambiguitas (ketidaktentuan) yang
berdampak pada kecenderungan untuk bersikap apatis terhadap persoalan di
sekitar, dan plin plan. Dampaknya tidak sekedar menyodorkan masa depan yang
buruk, tetapi meninggalkan jejak frustasi atas perusakan dan pemberangusan
martabat kemanusiaan. Di mana peristiwa ini sangat membutuhkan
pertanggungjawaban melalui ungkapan kebenaran sejarah serta pengakuan-pengakuan
kemanusiaan secara tuntas sebelum terkubur oleh tumpukan pesta-pesta fiktif”,
paparnya.
Melalui karya puisi yang terangkum dalam Buku Puisi “Membaca Jepara”
jilid 2 ini, diharapkan dapat dilihat, bahwa di kota ini masih banyak menyimpan
potensi yang dapat digali dan dikaji, bahkan sebagai bentuk pelurusan tentang
kebenaran sejarah atas pemberangusan martabat kemanusiaan. Karena puisi
bukanlah sekedar catatan buku harian, tetapi ungkapan kejujuran yang
berlandaskan pada moral kebudayaan. Sehingga kesadaran-kesadaran atas hutang
kebenaran yang belum terbayar kepada publik, akan terbuka dan
dipertanggungjawabkan serta duakui sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan.
“Inilah salah satu cara mencegah kealpaan sejarah, membutakan mata serta
membebaskan diri dari kedangkalan pikir yang sulit disuarakan. Apalagi,
mengungkap kebenaran bukanlah dendam. Mengungkap kebenaran juga bukan sebuah
kejahatan. Melainkan sebuah sikap tidak ingin remuk berkepanjangan. Saatnya
bangkit bersama dengan mengingat segala peristiwa, karena mengingat merupakan
jalan menuju kehidupan yang lebih baik”, tandasnya.
Selanjutnya, Art and Theatre Director GAC ini menyampaikan bahwa buku
puisi “Membaca Jepara” jilid-2 ini adalah perwujudan dari cita-citanya sebagai
aktifis kesenian. Ia berkeinginan bisa menerbitkan satu buku setiap tahun untuk
Jepara.
Dalam buku ini, setidaknya ada 152 puisi yang terangkum dari 29 penulis.
Artinya, ada 152 pemikiran dan penilaian terhadap kondisi dan potensi yang ada
di Jepara. Selain para penulis dalam buku tersebut, hadir pula para eniman
Jepara serta beberapa penyair dari berbagi kota yakni, Tegal, Purwokerto,
Semarang, Ngawi, Surakarta, Kudus, Pati, Magelang, Tulungagung, Ambarawa,
Kendal, dan Jakarta.
Koordinator penerbitan buku puisi “Membaca Jepara”, Didid
Endro S. meluncurkan buku puisi membaca Jepara jilid II.
|
Selarik luka
Memerah pada ruang
Tak terukur seberapa dalamnya
Siapa berulah di bundaran
Adipura tergusur roboh terjungkal
Bercucuran keringat jepara
Tersengal nafas berkejaran
Menangkapi tulang belulang
Berserakan di pintu pintu gerbang
Di pinggir jalan dan selokan
Adipura roboh terjungkal
Berganti wajah lepas dari akal
Patung tiga putri
Satu ganjalan membuang arti
Kartini sang pahlawan emansipasi
Kalinyamat catatan sejarah harus diingat
Ratu shima di mana kau berada
Wajah tanpa rupa tangkapan metafisika
Bagaimana bisa terlogika
Tanpa wujud yang bisa terbaca
Selarik luka makin menganga
Bundaran ngabul menyimpan cerita
Kepentingan proyek berkedok budaya
Berjuta mata terkelabuhi
Tak satupun hati hendak mengkaji
Hasil meditasi diamini
Adipura tak lagi punya arti
Kerja keras dan perjuangan tersakiti
Demi gengsi dan ambisi
Begitulah puisi berjudul “Adipura dan Tiga Putri” karya sang inisiator
sekaligus Koordinator penerbitan buku puisi “Membaca Jepara”, Didid Endro S.
Puisi tersebut mengungkapkan kegelisahannya terhadap pembuatan patung tiga
putri di Bundaran Ngabul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SackralL band