Senin, 30 Januari 2017

Puisi Adipura Bukan Sampah Kembalikan Adipura

Jepara Update, Selain menumbangkan tugu Adipura sebagai bukti perjuangan seluruh masyarakat Jepara, pembuatan patung wajah Ratu Shima diambil dari hasil meditasi tokoh spiritual.  Maka dibacakanlah puisi tersebut ketika ia membuka acara malam Penganugerahan Pemenang Lomba Baca Puisi Kreatif ke-5 dan Peluncuran buku puisi “Membaca Jepara” jilid-2 di halaman sanggar Gaperto Art Community (GAC) Mlonggo miliknya. 

Dalam pengantarnya, Didid menyampaikan bahwa, puisi adalah salah satu karya kesusasteraan dan sastra merupakan anak kandung dari kebudayaan. Dengan demikian, karya puisi sudah barang tentu tidak bisa terlepas dari latar belakang kebudayaan masing-masing penulisnya. Meskipun berada dalam satu wilayah geografis yang sama, akan tetapi masing-masing individu memiliki pengalaman spiritual yang berbeda. 

Keanekaragaman pengalaman spiritual tersebut, lanjutnya,  memerlukan wadah penuangan agar kesaksian tidak terbuang sia-sia bahkan kehilangan makna. 

“Kita ini kan dipaksa masuk dalam ruang ambiguitas (ketidaktentuan) yang berdampak pada kecenderungan untuk bersikap apatis terhadap persoalan di sekitar, dan plin plan. Dampaknya tidak sekedar menyodorkan masa depan yang buruk, tetapi meninggalkan jejak frustasi atas perusakan dan pemberangusan martabat kemanusiaan. Di mana peristiwa ini sangat membutuhkan pertanggungjawaban melalui ungkapan kebenaran sejarah serta pengakuan-pengakuan kemanusiaan secara tuntas sebelum terkubur oleh tumpukan pesta-pesta fiktif”, paparnya. 

Melalui karya puisi yang terangkum dalam Buku Puisi “Membaca Jepara” jilid 2 ini, diharapkan dapat dilihat, bahwa di kota ini masih banyak menyimpan potensi yang dapat digali dan dikaji, bahkan sebagai bentuk pelurusan tentang kebenaran sejarah atas pemberangusan martabat kemanusiaan. Karena puisi bukanlah sekedar catatan buku harian, tetapi ungkapan kejujuran yang berlandaskan pada moral kebudayaan. Sehingga kesadaran-kesadaran atas hutang kebenaran yang belum terbayar kepada publik, akan terbuka dan dipertanggungjawabkan serta duakui sebagai sebuah kejahatan kemanusiaan. 

“Inilah salah satu cara mencegah kealpaan sejarah, membutakan mata serta membebaskan diri dari kedangkalan pikir yang sulit disuarakan. Apalagi, mengungkap kebenaran bukanlah dendam. Mengungkap kebenaran juga bukan sebuah kejahatan. Melainkan sebuah sikap tidak ingin remuk berkepanjangan. Saatnya bangkit bersama dengan mengingat segala peristiwa, karena mengingat merupakan jalan menuju kehidupan yang lebih baik”, tandasnya. 

Selanjutnya, Art and Theatre Director GAC ini menyampaikan bahwa buku puisi “Membaca Jepara” jilid-2 ini adalah perwujudan dari cita-citanya sebagai aktifis kesenian. Ia berkeinginan bisa menerbitkan satu buku setiap tahun untuk Jepara. 

Dalam buku ini, setidaknya ada 152 puisi yang terangkum dari 29 penulis. Artinya, ada 152 pemikiran dan penilaian terhadap kondisi dan potensi yang ada di Jepara. Selain para penulis dalam buku tersebut, hadir pula para eniman Jepara serta beberapa penyair dari berbagi kota yakni, Tegal, Purwokerto, Semarang, Ngawi, Surakarta, Kudus, Pati, Magelang, Tulungagung, Ambarawa, Kendal, dan Jakarta. 


Koordinator penerbitan buku puisi “Membaca Jepara”, Didid Endro S. meluncurkan buku puisi membaca Jepara jilid II.


Selarik luka 
Memerah pada ruang 
Tak terukur seberapa dalamnya 
Siapa berulah di bundaran 
Adipura tergusur roboh terjungkal

Bercucuran keringat jepara 
Tersengal nafas berkejaran 
Menangkapi  tulang belulang 
Berserakan di pintu pintu gerbang 
Di pinggir jalan dan selokan 
Adipura  roboh terjungkal 

Berganti wajah lepas dari akal 
Patung tiga putri 
Satu ganjalan membuang arti 
Kartini sang pahlawan emansipasi 
Kalinyamat catatan sejarah harus diingat 
Ratu shima di mana kau berada 
Wajah tanpa rupa tangkapan metafisika 

Bagaimana bisa terlogika 
Tanpa wujud yang bisa terbaca 
Selarik luka makin menganga 
Bundaran ngabul menyimpan cerita 
Kepentingan proyek berkedok budaya 
Berjuta mata terkelabuhi 

Tak satupun hati hendak mengkaji 
Hasil meditasi diamini 
Adipura tak lagi punya arti 
Kerja keras dan perjuangan tersakiti 
Demi gengsi dan ambisi 

Begitulah puisi berjudul “Adipura dan Tiga Putri” karya sang inisiator sekaligus Koordinator penerbitan buku puisi “Membaca Jepara”, Didid Endro S. Puisi tersebut mengungkapkan kegelisahannya terhadap pembuatan patung tiga putri di Bundaran Ngabul. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SackralL band

Up