Rabu, 14 Desember 2016

Sejarah Terbentuknya Nama Desa Guyangan Jepara


Sejarah Terbentuknya Nama Desa Guyangan Jepara - Dijaman dulu kala ada seorang perempuan yang bernama mbah Kunarsih dan biasa dipanggil mbah sih,beliaulah yang pertama kali menginjak tanah guyangan., Sebelum bernama desa guyangan mbah Kunarsih senang sekali memelihara ternak apalagi kerbau dan bebek, karena ditanah Guyangan ini dulu belum banyak penduduknya dan masih jauh dari sungai, jadi mbah Seh memandikan dan membersihkan ternak"nya disebuah kolam yang lumayan dalam dan besar, banyaknya hewan" yang dipelihara oleh mbah Sih dan mbah Sihpun tidak dibantu oleh satu orangpun maka mbah Seh setiap hari membersihkan hewan ternaknya ke kolam itu sendiri.

Mbah Kunarsih itu adalah dayang desa Guyangan, beliau dipanggil dayang karena mempunyai ilmu gaib atau mempunyai kesaktian yang tinggi, konon dayang itu tidak mati tapi nglintang sukma disebut mati tidak ada mayatnya, dikatakan hidup tidak ada saudaranya, namun sebelumnya mbah sih itu nglintang sukma mbah Sih meninggalkan suatu pesan kepada warga didaerah itu kalau sampai kapanpun dan sampai akhir zaman, akan tetap menjadi desa Guyangan, seandainya kalau jadi desa ya namanya desa Guyangan, dan seandainya jadi kota ya tetap kota Guyangan. Diambil dari kebiasaan mbah Sih yang suka memandikan hewan ternakmnya dikolam karena dalam bahasa jawa memandikan hewan ternak adalah guyang seperti pesan mbah sih. Dulu pada akhir" zaman nanti akan tetap menjadi guyangan ataupun kota Guyangan.

Untuk mengenangkan tonggak sejarah suatu pemukiman, bilamana dan siapa yang ditokohkan menjadi cikal bakalnya. Dalam penelusurannya tidak lepas dari simpul benang merah yang erat hubunganya dengan proses perubahan-perubahan masa silam sekaligus dengan data, fakta, kejadian-kejadian, peninggalan kuno, prasasti, perpustakaan, nara sumber, legenda atau cerita rakyat turun temurun dari para pendahulu.

Di telusuri dari namanya, desa Guyangan masuk wilayah Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara jaman dahulu semula muncul pasti melalui proses kronologis panjang serta sederetan huruf yang menjadi kalimat GUYANGAN ini kehadirannya tidak muncul begitu saja tanpa sebab.

Untuk mengungkap  misteri ini sangat erat hubungannya dengan terdapatnya dengan peninggalan-peninggalan kuno seperti dukuh Balepanjang, makam Kalbakal, Makamdowo, Makam Toboyo serta pundhen Singoblendang di Suwawal Timur, didukung pula dengan adanya Gong buyut didesa Tanjung merupakan saksi bisu yang masih dapat diamati sampai sekarang.

Sejak Kehancuran Ujungpara Muncula Guyangan Pada pertengahan abad ke-17 Sultan Agung Mataram berusaha mengusir penjajah Belanda  dari daerah Pantai Jawa Tengah termasuk Ujungpara. Strategi pertahanannya dipercayakan kepada Singoblendang seorang warok dari Trenggalek yang membuat pos di bukit Donoroso (Lojigunung sekarang), bedhol pathok seluruh prajurit bersama sekar kedaton (puteri-puteri bangsawan kerajaan).

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid IV halaman 1 - 2  menerangkan tentang kapan waktu adanya pemukiman di daerah Jepara belahan timur yang berhubungan erat dengan peristiwa perang Blabag atau Bedhahing Bumi Ujungpara. Diterangkan pula bahwa pada jaman Mataram Islam Sultan Agung III (1613 – 1645) daerahnya meliputi Jawa Tengah termasuk Ujungpara ditandai dengan batas wilayah pemukiman dengan tanaman randu alas (kapas hutan asal Kalimantan) serta penggantian penguasa dalam pemerintahan dengan cara turun-temurun (hirarkis).

Kemidian kapan dan siapa yang menjadi tokoh di panggung perjuangan deesa Guyangan dulu sampai ada tata kehidupan yang teratur sampai sekarang ini?

Terlukis pada buku “BEDHAHING BUMI UJUNGPARA” oleh Empu Ki Kridhasastra halaman 9 – 12 menerangkan dalam bentuk kidung kinanti :
  • Adrenging tyas anyenyuwun
  1. Maring dzad kang Maha Suci
  2. Dredah sampyuh ing Jungpara
  3. Ambyaring santana nagri
  4. Sinengkalan tahunira
  5. BWANA SUNGSANG HANGESTHI AJI.
  • Tanpa sangkan sedyanipun
  1. Prasantana tan nyawiji
  2. Kocar kacir sedyanira
  3. NGALOR NGETAN PINGGIR REDI
  4. Dadya tetungguling bangsa
  5. Sesidheman mirih lestari.
Kalimat huruf besar pada bait 1 yang berbunyi : BWANA SUNGSANG HANGESTHI AJI adalah bilangan tahun surya sengkala menunjukan angka tahun Masehi 1645 (Bwana=5 Sungsang=4 Hangesthi=6 Aji=1) jika dibaca dari belakang menjadi angka 1645, sedangkan pada bait 2 berbunyi : NGALOR NGETAN PINGGIR REDI menerangkan bahwa Singoblendhang bersama anak buahnya bubar kearah timur daerah pegunungan.

Akhir kejayaan Singoblendhang mempertahankan  Ujungpara terpukul mundur oleh pasukan VOC dibawah pimpinan Kapten Van De Clark, bubar bergerilnya kedaerah timur laut. Ke utara dibawah pimpinan Pangeran Halonggopati, ketimur dipimpin Singoblendhang sendiri, Senopati Ronggo Kusumo, Puspoyudo dan sebagian besar para prajurit serta para puteri sekar kedaton.

Saat terjadi hura-hura di desa Kecapi, Puspoyudo bersama rombonganya kebingungan (blulungan) sampai sekarang terjadilah desa Bulungan, disini terdapat makam Puspoyudo sedang di Kecapi itu sendiri terdapat Makamdawa.

Para puteri sekar kedaton dari Mataram yang diasuh oleh seorang putri anak asuh Belanda bersama Nyonya Holen Van Stricher dan dipimpin oleh Demang Aji Prakosa bersama gamelan perang (bendhe beri) Gong Buyut disingkirkan kedaerah Tanjung. Konon riwayatnya Nyonya Holen yang sekarang disebut-sebut adalah Mbah Bolem dayangnya desa Kepuk.

Singoblendhang dalam mempertahankan daerah lereng muria tidak tanggung-tanggung, dikendalikan di pos komandonya di desa Suwawal Timur. Keamanan daerah diserahkan kepada panglima (senopati) andalanya bernama Ronggo Kusumoyudo bersama tokoh spiritualnya Eyang Purbosejati yang menyingkir ke desa Tengguli. Akhirnya Ronggo Kusumoyudo membuat pemukiman didaerah Guyangan tepatnya di tepi sungai dukuh Balepanjang.

Ronggo kusumoudo peran utama dipanggung sejarah guyangan - Ronggo Kusumoyudo, selalin ahli perang juga tokoh spiritual yang serba lengkap, juga tokoh ulama’ yang mempunyai nama Abas yang dibawa dari pesantren Mataram dulu. Keberadaannya dipemukiman Balepanjang untuk menularkan ilmu kepada generasi muda di lingkungannya, baik olah pertanian maupun kanuragan, dengan semboyan “Rumangsa Handarbeni, kudu melu hangrungkebi, mulat salira hangrasa wani”, sebab jaman itu ambisi manusia ingin menguasai sangat membudaya. Lebih-lebih yang berhubungan dengan tahta, harta, dan wanita penyelesaiannya dengan kekerasan.

Karena merasa dituakan, tatkala terjadi kerusuhan didaerahnya dari pasukan Belanda yang sengaja merusak padepokannya, mendidihlah jiwa kesatrianya dengan tekat “Sedumuk benthuk, senyari bumi den labuhi thaker pati nganti pecahing dhadha wutahing ludira”, yang artinya tidak rela kalau tempat tinggalnya dijajah orang lain, dipertahankan sampai titik darah penghabisan. Bersama-sama muridnya serta masyarakat akhirnya kerusuhan dapat dipadamkan dengan membawa banyak korban yang dimakamkan dalam satu lubang memanjang yang sampai sekarang masyarakat menamakan Makamdawa.

Kesaktian Ki Ronggo juga dimiliki oleh kuda andalannya yang diberi nama Turonggoseto Pancalpanggung (jaran putih satracake, red) yang masyarakat meyakini bahwa itu Jaran Sembrani. Kuda pusaka kesayangan ini selalu membawa dirinya saat-saat terjadi peperangan atau menyelesaikan masalah penting. Selain itu mendapat perawatan khusus dimandikan (diguyang) pada sendhang yang terletak dibawah pohon besar Balai Desa sekarang. Disendhang inilah kuda ini dimandikan di “peguyangan” kuda. Tempat ini letaknya sangat setrategis dan   mudah dikunjungi hingga kian menjadi pemukiman dan karenanya munculah nama Desa Guyangan.

Biografi Desa Guyangan
Desa Guyangan adalah sebuah desa yang terletak di 16 km arah utara Kota Jepara, tepatnya berada di Kecamatan Bangsri km 5 arah selatan Kecamatan Bangsri, dengan batas-batas desa sebagai berikut :
a. Sebelah Utara                     : Desa Tengguli dan Krasak.
b. Sebelah Barat                     : Desa Kawak dan Desa Jambu.
c. Sebelah Selatan                  : Desa Plajan
d. Sebelah Timur                   : Desa Kepuk

Desa Guyangan pada tahun 2011 tercatat berpenduduk sekitar 11.236 jiwa yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, 3.010 Kepala Keluarga dengan luas wilayah kurang lebih 718,9 Ha. Dari jumlah Penduduk yang cukup besar itu sebagian besar masyarakatnya bekerja di bidang Meubeller dan sebagian lagi di bidang pertanian/bertani, dan dengan seiring berkembangnya zaman tidak sedikit pula yang mempunyai usaha di bidang elektronik dan komunikasi.

Desa Guyangan juga termasuk desa yang strategis karena menjadi akses utama ke Kecamatan Pakis Adji dan sebagai jalur alternatif ke Kecamatan Pecangaan. dengan kondisi desa yang cukup strategis itu diharapkan juga dapat berimbas pada tingkat perekonomian yang lebih meningkat dan peradaban yang lebih maju.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SackralL band

Up