Fix Fatwa MUI mengaramkan Muslim Penggunaan Atribut Natal - Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
mengeluarkan fatwa terbaru terkait penggunakan atribut keagamaan non-Muslim
bagi pemeluk Islam. Dalam fatwanya, MUI mengatakan; menggunakan, mengajak dan
memerintah penggunaan atribut agama lain (selain Islam) adalah haram.
“Mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan
atribut keagamaan non-Muslim adalah haram,” demikian bunyi fatwa MUI
Nomor 56 Tahun 2016 ‘tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan non –
Muslim’ yang dikeluarkan hari Rabu (14/12/2016) atau bertepatan dengan 14
Rabi’ul Awwal 1437 H.
Sebagaimana diketahui, setiap Perayaan Natal dan Tahun Baru
Masehi, banyak perusahaan di Indonesia memaksa karyawan Muslim menggunakan
atribut-atribut Natal yang sering membuat keresahan kaum Muslim.
Dalam fatwa tersebut, MUI mengutip larangan-larangan dari
banyak ulama. Diantaranya Pendapat Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab
al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah, jilid IV halaman 239.
“Di antara bid’ah yang paling buruk adalah tindakan kaum
muslimin mengikuti kaum Nasrani di hari raya mereka, dengan
menyerupai mereka dalam makanan mereka, memberi hadiah kepada mereka, dan
menerima hadiah dari mereka di hari raya itu. Dan orang yang paling banyak
memberi perhatian pada hal ini adalah orang-orang Mesir, padahal Nabi
Shalallahu ‘Alaihi Wassallam telah bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu
kaum, maka dia termasuk dari mereka”.
Bahkan Ibnul Hajar mengatakan: “Tidak halal bagi seorang
muslim menjual kepada seorang Nasrani apapun yang termasuk kebutuhan hari
rayanya, baik daging, atau lauk, ataupun baju. Dan mereka tidak boleh dipinjami
apapun (untuk kebutuhan itu), walaupun hanya hewan tunggangan, karena itu
adalah tindakan membantu mereka dalam kekufurannya, dan wajib bagi para
penguasa untuk melarang kaum muslimin dari tindakan tersebut.”
Dalam fatwa ini MUI juga menyebutkan, “Atribut
keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri
khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama
tertentu, baik terkait dengan keyakinan, ritual ibadah, maupun tradisi dari
agama tertentu.”
Selanjutnya, MUI menghimbau pimpinan perusahaan agar
menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati
keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan
atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan muslim.
“Pemerintah wajib memberikan perlindungan kepada umat Islam
sebagai warga negara untuk dapat menjalankan keyakinan dan syari’at agamanya
secara murni dan benar serta menjaga toleransi beragama,” bunyi
fatwa MUI yang ditanda tangaani Komisi Fatwa MUI Pusat, PROF. Dr. H. Hasanuddin
AF, MA (Ketua), dab Dr. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA (Sekretaris).
MUI juga mendesak pemerintah mencegah dan mengawasi
pihak-pihak yang membuat peraturan dengan cara memaksa hak kaum Muslim sehingga
bertentangan dengan ajaran agamaanya.
“Pemerintah wajib mencegah, mengawasi, dan menindak
pihak-pihak yang membuat peraturan (termasuk ikatan/kontrak kerja)
dan/atau melakukan ajakan, pemaksaan, dan tekanan kepada pegawai atau karyawan
muslim untuk melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan ajaran agama seperti aturan dan pemaksaan penggunaan
atribut keagamaan non-Muslim kepada umat Islam.”
Dengan fatwa terbaru ini, MUI juga meminta menyebar-luaskan
kabar ini agar semua kaum Muslim mengetahui. “Agar setiap muslim dan
pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak
untuk menyebarluaskan fatwa ini, “ tulis fatwa tersebut.
Atribut Natal biasanya banyak dikenakan oleh karyawan disaat perayaan natal 25
Desember 2016. Jelang hari raya Natal, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
mengeluarkan fatwa karyawan Muslim ‘haram’ memakai atribut keagamaan
non-muslim.
Sudah menjadi tradisi tahunan banyak perusahaan yang mengharuskan karyawannya
untuk memakai atribut nom-muslim saat hari raya umat Kristiani seperti topi
Santacalus. Tidak peduli karyawan itu non-muslim atau muslim, tetap diwajibkan
untuk memakainya.
Biasanya karyawan di bank, mall, hotel sampai restoran diharuskan memakai
atribut seperti digunakan saat perayaan natal. Seorang wanita Muslim berhijab
namun memakai topi Santa Claus sudah menjadi pemandangan yang umum terjadi
setiap tahunnya.
Terkait hal itu Komisi Fatwa MUI telah mengeluarkan fatwa tentang Hukum Menggunakan
Atribut Keagamaan Non-Muslim. Fatwa tersebut bernomor 56 Tahun 2016 yang telah
ditetapkan di Jakarta 14 Desember 2016.
Fatwa MUI tersebut sudah ditandatangani oleh Ketua Komidi Fatwa MUI, Prof. DR.
H. Hassanuddin AF, MA dan Sekretaris DR. HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA. Berikut
hal penting yang tercantum dalam Fatwa MUI tentang penggunaan atribut Natal.
Dijelaskan atribut keagamaan merupakan sesuatu yang dipakai dan digunakan
sebagai identitas, ciri khas ataupun tanda tertentu dari suatu agama atau umat
beragama tertentu baik terkait dengan ritual ibadah, keyakinan ataupun tradisi
dari agama tertentu. Dalam fatwa tersebut ditegaskan hukum penggunaanya.
“Menggunakan atribut keagamaan non-muslim adalah haram” itulah bunyi Fatwa MUI
yang menyatakan bahwa memakai atribut keagamaan non-muslim haram.
Meski memakai atribut Natal ataupun atribut keagamaan non-muslim diharamkan,
namun umat Islam diminta tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.
Umat Muslim diminta memelihara keharmonisan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara tanpa menodai ajaran agama.
Selain itu umat Islam juga harus saling menghormati keyakinan dan kepercayaan
setiap agama sebagai wujud dari toleransi beragama. Disebutkan pula bahwa umat
Islam supaya memilih jenis usaha yang baik serta halal yakni dengan tidak
memproduksi, memberikan ataupun memperjualbelikan atribut keagamaan non-muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
SackralL band